Selasa, 23 Agustus 2011

ARTIKEL
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
JAKARTA. Usai Perang Dunia II, perusahaan perminyakan multinasional mulai mengembangkan usahanya di negara dunia ketiga. Perusahaan-perusahaan terkemuka yang mendominasi produksi, pengolahan, dan distribusi migas waktu itu dikenal dengan sebutan ”The Seven Sisters”.

Sebutan ”The Seven Sister” pertama kali dikenalkan oleh pengusaha asal Italia, Enrico Mattei. ”The Seven Sisters” Oil Company tersebut adalah: EXXON, Royal Ducth/Shell, British Petroleum (BP), MOBIL, CHEVRON, GULF OIL, dan TEXACO. Dengan menguasai produksi, pengolahan dan distribusi minyak mentah, ketujuh perusahaan tersebut berhasil meraih untung yang sangat besar ketika terjadi peningkatan konsumi minyak dunia.

Untuk melindungi kepentingan nasional, negara-negara berkembang kemudian mendirikan perusahaan minyak nasional dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada perusahaan multinasional untuk pemasokan migasnya. Lahirnya perusahaan minyak nasional juga memberikan pengetahuan industri perminyakan yang bermanfaat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam menilai kinerja perusahaan multinasional di negaranya.

Pada awal 1960, Timur Tengah mulai mengambil alih kontrol perminyakan dunia melalui Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Awalnya OPEC didirikan sebagai protes atas usaha ”The Seven Sisters” untuk menurunkan harga minyak yang sangat merugikan negara produsen, dan akhirnya benar-benar menguasai produksi, pengolahan dan distribusi minyak pada tahun 1970. Pamor ”The Seven Sisters” pun mulai meredup.

Seiring dengan bergabungnya beberapa perusahaan “The Seven Sister”, pada tahun 2005 yang tersisa dari “The Seven Sister” adalah ExxonMobil, Chevron, Shell, dan BP.

Pada tanggal 11 Maret 2007, koran Financial Times menyebutkan bahwa saat ini telah lahir apa yang disebut dengan “The New Seven Sister”, yang terdiri dari: Saudi ARAMCO (Saudi Arabia), GAZPROM (Rusia), CNPC (China), NIOC (Iran), PDVSA (Venezuela), Petrobras (Brazil), dan Petronas (Malaysia).


Sumber: “Manajemen dan Ekonomi Migas”, Widjajono Partowidagdo (Anggota Dewan Energi Nasional dari unsur Teknologi Perminyakan) dan beberapa sumber lain.