Harga Minyak Bisa Lambungkan Defisit Rp18,8 T
Media Indonesia.com
Rabu, 11 Mei 2011 00:00 WIB
DEFISIT anggaran negara bisa bertambah Rp18,8 triliun akibat membengkaknya subsidi BBM yang terpicu harga minyak dan tidak tercapainya target produksi (lifting) minyak.
Pemerintah diimbau segera mengambil keputusan untuk mengatasi kondisi tersebut. Umpamanya dengan menaikkan harga BBM subsidi atau mengonversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan dan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Widjajono Partowidagdo mengatakan itu, kemarin, di Jakarta.
Menurut Deni, dengan kondisi harga minyak di atas US$100 per barel dan lifting minyak yang hanya 892 ribu barel per hari (bph) selama kuartal I 2011, defisit anggaran bisa bertambah Rp18,8 triliun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 mematok harga minyak Indonesia US$80/barel dan lifting 970 ribu bph. Adapun subsidi BBM dipatok sebesar Rp95,9 triliun.
"Dengan membiarkan kondisi seperti sekarang ini, akan semakin besar anggaran subsidi yang dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas melalui konsumsi BBM mereka," ungkapnya.
Berdasarkan penelitian CSIS, BBM subsidi hanya dinikmati 1% keluarga miskin.
Karena itu, Deni menilai saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mulai mengurangi subsidi BBM. Hal tersebut mengingat kondisi ekonomi tengah membaik dengan pertumbuhan cukup tinggi dan banyak investasi masuk.
Deni memperhitungkan harga BBM subsidi jenis premium seharusnya ada di Rp6.000/liter atau naik Rp1.500/liter dari harga saat ini.
Secara terpisah, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Widjajono Partowidagdo mengatakan masalah BBM yang terjadi di Indonesia saat ini sebenarnya bisa diatasi dengan mengonversi BBM ke BBG.
Namun, untuk itu, pemerintah harus terlebih dahulu menyediakan infrastruktur penggunaan gas. Selama ini, Widjajono menilai gas tidak bisa digunakan sebagai bahan bakar di dalam negeri karena ketiadaan infrastruktur. Padahal, harga gas jauh lebih murah ketimbang harga minyak sebagai bahan bakar. (ML/X-10)
Pemerintah diimbau segera mengambil keputusan untuk mengatasi kondisi tersebut. Umpamanya dengan menaikkan harga BBM subsidi atau mengonversi BBM ke bahan bakar gas (BBG).
Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan dan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Widjajono Partowidagdo mengatakan itu, kemarin, di Jakarta.
Menurut Deni, dengan kondisi harga minyak di atas US$100 per barel dan lifting minyak yang hanya 892 ribu barel per hari (bph) selama kuartal I 2011, defisit anggaran bisa bertambah Rp18,8 triliun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 mematok harga minyak Indonesia US$80/barel dan lifting 970 ribu bph. Adapun subsidi BBM dipatok sebesar Rp95,9 triliun.
"Dengan membiarkan kondisi seperti sekarang ini, akan semakin besar anggaran subsidi yang dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas melalui konsumsi BBM mereka," ungkapnya.
Berdasarkan penelitian CSIS, BBM subsidi hanya dinikmati 1% keluarga miskin.
Karena itu, Deni menilai saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mulai mengurangi subsidi BBM. Hal tersebut mengingat kondisi ekonomi tengah membaik dengan pertumbuhan cukup tinggi dan banyak investasi masuk.
Deni memperhitungkan harga BBM subsidi jenis premium seharusnya ada di Rp6.000/liter atau naik Rp1.500/liter dari harga saat ini.
Secara terpisah, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Widjajono Partowidagdo mengatakan masalah BBM yang terjadi di Indonesia saat ini sebenarnya bisa diatasi dengan mengonversi BBM ke BBG.
Namun, untuk itu, pemerintah harus terlebih dahulu menyediakan infrastruktur penggunaan gas. Selama ini, Widjajono menilai gas tidak bisa digunakan sebagai bahan bakar di dalam negeri karena ketiadaan infrastruktur. Padahal, harga gas jauh lebih murah ketimbang harga minyak sebagai bahan bakar. (ML/X-10)