Kamis, 18 Agustus 2011

Seminar Energi " Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional"

Seminar Energi ‘Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional’ Oleh Prof. Widjajono Partowidagdo, MSc, PhD_2 Feb 2011

oleh Politeknik Informatika del pada 02 Februari 2011 jam 4:22
Seminar Energi Diselenggarakan di kampus Politeknik Informatika Del, tadi; Rabu/2 Februari 2011, kerjasama oleh Dewan Energi Nasional, Yayasan Del, dan  Politeknik Informatika Del di Kampus Politeknik Informatika Del Desa Sitoluama – Laguboti, Sumatera Utara.
Pada seminar ini, PEMDA  diundang, tetapi tidak ada yang hadir, mungkin merasa tidak penting.Justru hadir dari instansi swasta dan institusi terkait.

Menurut Prof. Widjajono Partowidagdo, MSc, PhD (Anggota Dewan Energi Nasional):
Terdapat beberapa anggapan yang keliru mengenai energi di Indonesia diantaranya:

Indonesia adalah Negara yang kaya minyak, padahal tidak. Kita lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya,
harga BBM (Bahan Bakar Minyak) harus murah sekali tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana Pemerintah untuk subsidi harga BBM, ketergantungan kita kepada BBM yang berkelanjutan serta kepada impor minyak dan BBM yang makin lama makin besar serta makin sulitnya energi lain berkembang,
Iinvestor akan datang dengan sendirinya tanpa perlu kita bersikap bersahabat dan memberikan iklim investasi yang baik, 
peningkatan kemampuan Nasional akan terjadi dengan sendirinya tanpa keberpihakan Pemerintah.
Indonesia memproduksi minyak sebesar 357 juta barel, mengekspor minyak mentah sebesar 146 juta barel, mengimpor minyak mentah sebesar 93 juta barel dan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 153 juta barel pada tahun 2008 (Sumber ESDM 2009) dan mengkonsumsi 457 barel. Terdapat defisit sebesar 100 juta barel per tahun. Cadangan terbukti minyak kita hanya 3,7 milyar barel atau 0,3 % cadangan terbukti dunia. Sebagai Negara net importer minyak dan yang tidak memiliki cadangan terbukti minyak yang banyak, kita tidak bijaksana apabila mengikuti harga BBM murah di Negara-negara yang cadangan minyaknya melimpah. Justru Indonesia lebih banyak memiliki energi fosil lain  seperti batubara dan gas serta energi yang belum terlalu dikembangkan seperti  CBM, tenaga air, panasbumi serta biomas yang biayanya lebih murah dari BBM (kalau tidak disubsidi)  serta energi matahari, angin dan arus laut yang diperkirakan biayanya dimasa depan lebih murah dari energi fosil. 

Indonesia seharusnya memperbaiki Iklim Investasi di Migas dan Energi lainnya misal dengan meningkatkan kualitas Regulasi, Birokrasi, Infrastrukturnya. Diperlukan pula Peningkatan Kemampuan Nasional dan untuk itu diperlukan Keberpihakan Pemerintah misal dengan memprioritaskan kontrak2 yang sudah habis bagi Perusahaan Nasional serta meningkatkan kemampuan Pendidikan dan Pelatihan serta Penelitian dan Pengembangan.
 
Indonesia mengekspor batubara dan gas yang kalau jadi listrik biayanya sekitar 8 sen US Dolar/kWh, sedikit menggunakan panasbumi (Indonesia terkaya di Dunia) yang biayanya sekitar 9 sen USD/kWh serta air (banyak sekali di luar Jawa)  yang biayanya 8 sen USD/kWh dan akibatnya masih cukup banyak menggunakan diesel yang biaya listiknya 25 sen USD/kWh (tiga kali lipat). Sehingga apabila diesel dapat diganti dengan energi lain maka akan dihemat Rp 4.000 per liter (l).
Di Indonesia transportasi menggunakan bensin yang biayanya Rp 6.000/ l, padahal kalau pakai BBG (Bahan Bakar Gas) harganya yang wajar Rp 3.500/liter setara premium (Dengan harga  gas di kepala sumur USD 6,84/MMBTU). Kita berhasil mengganti sebagian minyak tanah Rp 6. 000/l dengan LPG Rp 6.000/kg atau Rp 3.500/ setara liter minyak tanah karena 1 kg LPG setara 1,7 slmt. Seharusnya LPG tabung 3 kg gasnya tidak perlu disubsidi (Rp 4.250/kg atau Rp 2.500/ slmt) karena sudah murah, yang perlu disubsidi tabungnya saja sehingga tidak dioplos. Akan lebih hemat lagi kalau untuk memasak memakai Gas Kota atau BBG (100% gas) yang lebih murah (dan tidak perlu mengimpor) dari LPG (C3 dan C4 yang hanya 20% gas). Saat ini (2010) impor LPG Indonesia (2288 ribu metrik ton) sudah melebihi pasokan domestik (2200 ribu MT). Tidak heran kalau subsidi energi 2010 sekitar 140 trilyun rupiah.

Biaya energi untuk Energi Terbarukan seperti Energi Surya, Energi Angin, Panasbumi, Arus Laut dan Hidrogen akan turun di masa depan, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Air (PLTA) akan naik (walaupun masih tetap rendah). Energi Tak Terbarukan seperti Minyak, Gas, Batubara dan Nuklir akan naik  di masa depan.
Batubara bisa lebih bersih lingkungan, konsekuensinya biayanya lebih mahal. Batubara bisa dibuat cair (Coal To Liquid atau CTL) atau dijadikan gas. Gas bisa dibuat cair (Gas To Liquid atau GTL). Gas bisa diperoleh dari Gas Alam (Potensi 335 TCF), dari CBM (Potensi 454 TCF), Shale Gas dan dari Methane Hydrate (Potensi 625 TCF) . Nuklir dari Uranium dan Thorium (Fisi) adalah Tak Terbarukan.
 
Konsorsium Uni Eropa, Jepang, Cina, India, Korsel, Rusia dan Amerika Serikat membiayai Pengembangan Nuklir FUSI yaitu ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor) TOKAMAK di Perancis Selatan yang diharapkan bisa dikembangkan secara komersial pada tahun 2020 an dan dibuat dari reaksi FUSI antara Detrium dan Tritium yang limbahnya relatif aman (dibandingkan Uranium).
Kita masih bisa menutupi kekurangan energi sampai 2025 dengan mengimpor gas atau  mengusahakan migas di luar negeri serta mengembangkan Kemampuan Nasional untuk memproduksikan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi.

Diharapkan Pertamina dan Perusahaan-perusahaan Nasional Migas lain dapat meningkatkan produksi migasnya baik di dalam dan di luar negeri seperti Petronas.

Terobosan Teknologi (Nano) menyebabkan Energi Terbarukan lebih murah dimasa depan. Konservasi atau Penghematan Energi mengurangi Pemakaian dan Pasokan energi serta mengurangi Polusi.
Apabila Indonesia bisa memakai energi yang lebih murah sebagai pengganti BBM (yang mahal) maka dapat dihemat paling tidak seratus trilyun rupiah. Pada tahun 2009 BBM untuk transportasi 37,2  milyar liter (l), rumah tangga 4,7 milyar l, industri 9,8 milyar l, listrik 8,9 milyat l dan ABRI 0,5 milyar l. Kalau bisa mengganti 80% transportasi dengan BBG akan menghemat Rp 2.500 per l atau Rp 74,4 trilyun. Kalau bisa mengganti semua memasak dengan LPG menghemat Rp 2.500 per l atau 11,8 tilyun dan kalau dengan Gas Kota di Kota-kota besar akan lebih menghemat lagi. Kalau bisa mengganti listrik dengan energi lain akan menghemat Rp 4.000/l atau 35,6 trilyun.

Dana lebih dari 100 trilyun tersebut bisa dipakai untuk mengembangkan infrasruktur, meningkatkan kuantitas dan kualitas transportasi umum, memperbaiki informasi wilayah kerja migas yang ditawarkan (sehingga lebih laku), mengembangkan energi terbarukan dan perdesaan (membuat orang betah di desa) dan meningkatkan kemampuan nasional baik di energi maupun di industri-industri lain. Apabila ditambah dengan meminimalkan KKN, mengoptimalkan Penerimaan Pemerintah, mengoptimalkan Pengeluaran APBN, meningkatkan kualitas Birokrasi dan Regulasi dan menggalakkan Penghematan Energi (Konservasi) maka Indonesia pasti menjadi Negara yang Hebat.
Kalau ingin pembangunannya berlanjut secara optimal maka Indonesia perlu memaksimalkan penghematan energi dan penggunaan energi terbarukan sedangkan kekurangannya diisi oleh energi tak terbarukan yang diproses supaya ramah lingkungan. Konsumsi energi rendah disamping menghemat biaya juga  menyebabkan polusi rendah. Perlu usaha keras pula untuk menguasai teknologi penghematan energi dan teknologi energi baik terbarukan maupun tak terbarukan. Disamping memproduksikan dan memanfaatkan energi secara optimal di dalam negeri maka Indonesia perlu mengusahakan energi di luar negeri karena disamping memperoleh keuntungan sebagian hasilnya diimpor untuk digunakan di dalam negeri. Kebijakan (Harga, Insentif, Peraturan, Institusi,  Infrastruktur, Pendidikan, Penelitian, Pelatihan, Sosialisasi, Pemerataan, Perlindungan dan lain-lain),  Perencanaan dan Pelaksanaan (terutama Koordinasi)  yang mendukung diperlukan untuk mencapainya. Negara yang baik membutuhkan
 Adilnya Pemimpin, Amalnya Pengusaha, Ilmu (Kebenaran)nya Akademisi serta Kesabaran  dan Kerja Keras Masyarakat Kebanyakan.

All The Pictures taken by Jonny