Senin, 6 Juli 2009
(Berita Daerah - Nasional) - Selama ini kita telah dininabobokan pemeo yang menyatakan Indonesia adalah negeri yang gemah-ripah loh jinawi dengan kekayaan cadangan sumber daya alam terutama bahan fosil yang besar. Faktanya, cadangan terbukti bahan fosil yang kita miliki seperti minyak bumi sekarang ini adalah lebih kecil dibandingkan negara lain seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Venezuela, bahkan Malaysia (lihat tabel 1). Keadaan hampir serupa juga terjadi pada gas (lihat tabel 2). Mengapa kondisi ini dapat terjadi?
Produksi dan penemuan sumber minyak bumi dan gas baru di Indonesia cenderung mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir ini. Adalah iklim investasi yang kurang kondusif sebagaimana ditunjukkan melalui kebijakan yang afleksibel dan inkonsisten dianggap sebagai penyebabnya. Selain itu, kinerja birokrat juga menjadi penyebabnya. Birokrat kita di Pertamina, misalnya, masih perlu ditingkatkan kinerjanya melalui bukti responsivitas dan agresivitas mereka yang tinggi dalam upaya meningkatkan pencarian sumber-sumber baru cadangan minyak bumi dan gas, serta dus peningkatan koordinasi antarsektor dan antar pusat-daerah. Sebagai informasi, Australia, dan Malaysia berhasil meningkatkan cadangan migasnya secara signifikan dikarenakan iklim investasi di sana sangat kondusif untuk bidang migas (Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009).
Keberpihakan Pemerintah
Keberpihakan pemerintah hingga sekarang masih relatif lemah dalam upaya peningkatan kemampuan nasional di bidang migas. Seyogianya, keberpihakan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan Indonesia yang bereputasi internasional seperti Medco dan Elnusa ditingkatkan. Artinya, perusahaan-perusahaan Indonesia yang berkinerja baik ini perlu dibantu dan diberikan prioritas dalam tender-tender proyek di sektor migas dibandingkan perusahaan asing. Harapannya melalui keberpihakan ini, Indonesia dapat berdikari di sektor migas sehingga tidak bertumpu sepenuhnya pada perusahaan-perusahaan minyak asing.
Alternatif Pemecahan
Melihat kedua persoalan di atas, kita dapat memperbaikinya sehingga reinvestasi sektor migas di Indonesia dapat ditingkatkan. Bagaimana caranya? Caranya (Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009) antara lain, kita dapat menggunakan dana depletion premium dari energi tak terbarukan dari sektor migas yang jumlahnya sekitar 10% dari equity to be split (revenue dikurangi recoverable cost). Maksudnya, dari dana depletion premium itu, kita dapat memanfaatkannya untuk, misalnya, peningkatan kualitas informasi bagi penawaran konsesi-konsesi baru di sektor migas, dan mempersiapkan infrastruktur pendukung migas dengan lebih baik lagi kualitas dan kuantitasnya. Selain itu, agar investor tertarik memasuki sektor migas, maka sebaiknya kita tidak memberlakukan harga pasar bila harga premium tinggi (Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009). Artinya, kelebihan dana yang diperoleh dalam kondisi ini, dana tersebut dapat kita manfaatkan untuk insentif pengembangan sumber daya terbarukan seperti bahan bakar nabati (jarak, misalnya), energi panas bumi, mikrohidro, surya, dan angin.
Komparasi Cadangan Minyak Indonesia dengan Sejumlah Negara
No. | Negara | Cadangan terbukti minyak bumi (miliar barel) |
1. | Arab saudi | 264 |
2. | Iran | 138 |
3. | Irak | 115 |
4. | Venezuela | 87 |
5. | Malaysia | 5,5 |
6 | Indonesia | 3,7 |
Sumber : Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009
Komparasi Cadangan Gas Indonesia dengan Sejumlah Negara
No. | Negara | Cadangan Terbukti Gas (TSCF) |
1. | Iran | 982 |
2. | Qatar | 904 |
3. | Indonesia | 106 |
4. | Malaysia | 87 |
5. | Australia | 87 |
Sumber : Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009
Catatan : Australia dan Malaysia tidak lama lagi akan melampaui Indonesia karena keduanya agresif melakukan pencarian sumber-sumber gas baru.
Iklim Investasi
Produksi dan penemuan sumber minyak bumi dan gas baru di Indonesia cenderung mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir ini. Adalah iklim investasi yang kurang kondusif sebagaimana ditunjukkan melalui kebijakan yang afleksibel dan inkonsisten dianggap sebagai penyebabnya. Selain itu, kinerja birokrat juga menjadi penyebabnya. Birokrat kita di Pertamina, misalnya, masih perlu ditingkatkan kinerjanya melalui bukti responsivitas dan agresivitas mereka yang tinggi dalam upaya meningkatkan pencarian sumber-sumber baru cadangan minyak bumi dan gas, serta dus peningkatan koordinasi antarsektor dan antar pusat-daerah. Sebagai informasi, Australia, dan Malaysia berhasil meningkatkan cadangan migasnya secara signifikan dikarenakan iklim investasi di sana sangat kondusif untuk bidang migas (Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009).
Keberpihakan Pemerintah
Keberpihakan pemerintah hingga sekarang masih relatif lemah dalam upaya peningkatan kemampuan nasional di bidang migas. Seyogianya, keberpihakan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan Indonesia yang bereputasi internasional seperti Medco dan Elnusa ditingkatkan. Artinya, perusahaan-perusahaan Indonesia yang berkinerja baik ini perlu dibantu dan diberikan prioritas dalam tender-tender proyek di sektor migas dibandingkan perusahaan asing. Harapannya melalui keberpihakan ini, Indonesia dapat berdikari di sektor migas sehingga tidak bertumpu sepenuhnya pada perusahaan-perusahaan minyak asing.
Alternatif Pemecahan
Melihat kedua persoalan di atas, kita dapat memperbaikinya sehingga reinvestasi sektor migas di Indonesia dapat ditingkatkan. Bagaimana caranya? Caranya (Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009) antara lain, kita dapat menggunakan dana depletion premium dari energi tak terbarukan dari sektor migas yang jumlahnya sekitar 10% dari equity to be split (revenue dikurangi recoverable cost). Maksudnya, dari dana depletion premium itu, kita dapat memanfaatkannya untuk, misalnya, peningkatan kualitas informasi bagi penawaran konsesi-konsesi baru di sektor migas, dan mempersiapkan infrastruktur pendukung migas dengan lebih baik lagi kualitas dan kuantitasnya. Selain itu, agar investor tertarik memasuki sektor migas, maka sebaiknya kita tidak memberlakukan harga pasar bila harga premium tinggi (Widjajono Partowidagdo, 3 Juli 2009). Artinya, kelebihan dana yang diperoleh dalam kondisi ini, dana tersebut dapat kita manfaatkan untuk insentif pengembangan sumber daya terbarukan seperti bahan bakar nabati (jarak, misalnya), energi panas bumi, mikrohidro, surya, dan angin.